Minggu, 05 Januari 2014

Menuju Kepala Dua


         
Dua Dekade

Kue Ulang tahun dalam dunia maya

          Tepat pada bulan ini yaitu bulan perdana pada setiap masehi, aku menuju kepala dua. Dimana usiaku bertambah satu hitungan dari hitungan sebelumnya, dimana aku menuju kepala dua. Dimana tingkat kedewasaan akan semakin bertambah oleh ujian kehidupan yang semakin kompleks karena aku menuju kepala dua. Dimana genap sudah dua dekade bumi dipijak serta langit dijunjung karena aku menuju kepala dua. Dimana semua beban pikiran serta tanggung jawab secara perlahan berpangku tangan dari pihak lain ke tanganku karena aku menuju kepala dua. Dimana tidak ada lagi kegelisahan yang akan aku rasakan di bangku perguruan tinggi karena aku tumbuh dan berkembang menuju kepala dua. Dimana ucapan yang keluar dari bibirku adalah sebuah komitmen dari seorang lelaki yang menuju kepala dua. Dimana segala tingkah laku yang dilakukan berdasarkan pemikiran dan pertimbangan matang karena aku menuju kepala dua.
          Menuju kepala dua adalah sebuah keniscayaan yang harus aku yakini dalam hati, tidak ada penolakan, yang ada hanyalah kelapangan dada untuk menerima. Tidak ada penyesalan didalamnya semua bercampur dan berbaur menjadi satu antara mimpi dan realita. Dan kulihat bayanganku didalam cermin yang begitu gagah, berdiri tegak dengan wajah penuh keyakinan, dengan senyum yang mempesona, tangan yang akan berbuat lebih banyak, serta jutaan sel otak didalam kepalanya menjadi senjata tak terkalahkan abad ini bahkan untuk waktu yang sulit dijangkau.
          Begitu banyak harapan yang akan terucap pada hari itu, hari dimana orang-orang dalam dimensi yang berbeda dengan dunia nyata begitu banyak mengungkapkan kebahagiaan dan memanjatkan ribuan doa. Semuanya ditujukan untukku yang saat ini terus saja menyimpan keyakinan yang sangat besar akan cerahnya masa depan. Kepala dua adalah sebuah titik penanda akan kebangkitan jiwaku dan juga detik dimana api-api kecil itu akan menyala. Sebuah fajar menanti di ujung jalan ini, menyambutku dalam dekapan sinarnya, dalam hangatnya mentari pagi, dan menjagaku dari dinginnya malam.
          Sudah kutuliskan banyak daftar di kehidupanku, semuanya indah dan menggiurkan. Tugasku kali ini adalah mudah, membuat setiap coretan dalam daftar itu baris demi baris, hingga ketika aku menuju angka seperti abad ini adalah coretan pada setiap baris dalam daftar itu. Aku tidak takut untuk membuat semua dalam daftar itu menjadi kenyataan, aku tidak sendiri. Aku selalu diawasi oleh Allah dan Dia-lah yang mengabulkan setiap doa-doaku dan doa-doa mereka untukku, juga kedua orang tuaku yang tak pernah lelah menyebut namaku dalam setiap doanya dan memberikan banyak pelajaran kehiduapan yang tak akan pernah aku dapat dari sekolah manapun, juga sahabat serta teman-teman yang selalu menopangku untuk tetap berdiri tegak, sahabat yang selalu meng-aminkan setiap doa-doaku, sahabat yang selalu memberikan keyakinan akan setiap harapanku, sahabat yang selalu menghibur dikala datang gundahku, juga sahabat yang akan selalau berjuang bersamaku.
          Kamis, 6 Januari 1994, tepat duapuluh tahun lalu aku hadir ke dunia ini. Pada detik-detik kemunculanku doa-lah yang tak henti-hentinya memenuhi seisi ruangan bersalin. Tangisanku memecahkan semua keheningan dan kekhawatiran akan kondisi ibuku. Dan tangisanku yang begitu keras pada senja menuju malam itu dibalas dengan tawa suka cita serta ungkapan rasa syukur tak henti-hentinya. Lalu kumandang suara adzan memenuhi seisi ruangan, keluar dari mulut seorang kepala keluarga yang saat ini dan seterusnya akan selalu aku hormati. Ratusan tetes air mata jatuh dari sumber yang tak akan pernah habis membasahi wajah, membersihkan sedikit darah yang membungkus tubuh mungilku. Hingga tak kusadari, kejadian itu telah berlalu dua puluh tahun lamanya.
          Syukur yang tak terkira atas nikmat yang telah Allah berikan kepadaku, dan ungkapan terima kasih yang tak dapat tergambarkan oleh apapun kepada kedua orang tuaku, terutama mamah yang telah mengandungku selama 9 bulan. Mamah ikhlas perutnya menjadi istana kecilku selama 9 bulan, dimana aku tumbuh dari segumpal darah hingga menjadi seonggok daging yang memiliki nama, dimana telah aku tendang dan meronta-ronta didalmnya sehingga rasa sakit dan mules yang amat sangat yang mamah rasakan, dengan beratku yang semakin bertambah dari hari kehari dalam istana kecilku sehingga bertambah pula beban mamah untuk berjalan dan bernafas, semuanya ikhlas oleh mamah lakukan hanya untuk menanti kehadiranku kedunia ini. Dalam setiap malam yang dipenuhi taburan bintang, mamah megusap-usah istana kecilku dan mamah kirim suara yang sebelumnya aku tidak pernah tahu dan ingat, dan setelah aku lahir kedunia, aku baru tahu bahwa setiap lantunan suara pada saat itu adalah doa-doa yang mamah panjatkan kepada Allah untuk aku si buah hatinya yang sangat dia dambakan. Semua perbuatan itu tak pernah bisa aku balas dengan apapun dan sampai kapanpun, hanya ketaqwaan dan keshalehan-lah yang mampu membalasnya serta kebanggaan atas setiap prestasi yang aku torehkan adalah sedikit balasan atas jasa-jasa yang telah mamah berikan.
          Sekarang aku berdiri dengan banyak amanah menanti, dua puluh tahun lamanya aku hidup di bumi ini. Tak ada sesuatu yang lebih berharga selain menjadi manusia yang memberikan manfaat kepada orang lain. Bersama mimpi dan harapanku, aku siap menyambut fajar yang bersinar. Salam bahagia dari aku Redi Restu Fadilah yang kini genap menjadi kepala dua.
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar