Kamis, 27 Juni 2013

Adik & Kakak

“Gimana sih rasanya punya adik/kakak?” Itulah pertanyaan yang biasa dan sering aku tanyakan kepada teman-temanku ketika kita berbincang mengenai kehangatan keluarga dan aktifitas mereka selama di rumah. Ada yang bilang menyenangkan namun tak sedikit juga yang bilang gak enak rasanya kalo punya adik/kakak. Dan alasannya pun bervariasi, kalau yang menyenangkan katanya suasana rumah menjadi lebih rame, bisa bercanda barang, main-main bareng, dll. Kalau alasan dari sisi yang kontra adalah lebih banyaknya karena sering di jailin, biasanya kakak ke adiknya, dan biasanya juga yang beda gender seperti kakaknya cowo dan adiknya cewe maka adiknya suka di jailin sama kakaknya, juga karena sering berebut maianan/makanan, saling iri bila ada beda masalah hadiah yang diberikan orang tua. Ada juga yang tidak pernah ngobrol diantara adik dan kakak, ada juga yang begitu aktif berhubungan dengan adik atau kakaknya. Namun walaupun begitu responnya, ada yang senang dan ada juga yang bilang gak enak, tapi kalian sudah mendapatkan point plus dan esensi sebuah ikatan. Apalagi mungkin yang sodara kembar, akan lebih dekat lagi ikatan batinnya. Sangat bervariasi sekali dinamika adik/kakak dalam suatu keluarga. Sering saya bertanya kepada siapapun yang saya temui dan berbincang santai mengenai adik/kakak. Ada yang punya adik saja (berarti dia anak sulung), ada yang punya kakak saja dan ga punya adik (berart dia anak bungsu), ada yang punya adik juga kakak (berarti dia ada di tengah). Dan gender dari adik dan kakaknya pun bervariasi, ada yang cowok semua, ada yang cewek semua, dan banyak juga yang cowo dan cewe. Juga perbedaan umur yang bervariasi. Ada yang deket bedanya sekitar 2-5 tahun, ada juga yang jauh bedanya sekitar 7-15 tahun. Bahkan saya pernah bertemu dan ngobrol dengan 4 orang saudara kandung yang pernah ikut dalam tim MB dalam waktu yang berbeda, dan ternyata orang tua mereka punya 17 anak.Yang saya temui adalah anak ke 10,11,12,13 (kalau saya gak salah). Subhanalallah.. Sungguh luar biasa sekali Allah menciptakan kita sebagai manusia dengan berbagai latar belakang dan berbagai variasi yang berbeda. Kalaupun ditulis dengan rumus peluang, akan banyak sekali kemungkinan yang akan terjadi. Ada sebuah pengalaman yang sangat berharga dan sendu yang pernah aku dapatkan. Aku punya seorang yang sudah aku anggap seperti kakak saya sendiri. Dalam banyak hal dia sering memberikan pelajaran hidup yang sebenarnya. Dia membagi pengalamannya kepadaku dan memberikan pelajaran apa saja yang sebaiknya aku lakukan. Panggil saja dia yana. Yana berusia hampir kepala tiga, tapi masih berstatus lajang. Yana juga mempunyai seorang kakak laki-laki bernama Yudi dan sudah menikah. Suatu ketika istrinya yudi melahirkan. Aku dan a Yana pergi ke rumahnya a yudi untuk menengok. Tiba pada suatu situasi yang jarang. Ketika a yudi berbincang dengan a yana. Saya tahu pada saat itu keadaan keuangan a yudi sedang tidak baik bahkan harus cari pinjaman uang untuk membiayai biaya persalinan. Lalu kedua adik kakak tersebut bercerita tentang proses persalinan. A yana memberikan selamat kepada a yudi karena kini telah menjadi seorang ayah. Dengan muka sendu a yudi tak henti-hentinya mengucap maaf dan terima kasih kepada kami berdua. A yana lalu memberikan beberapa uang yang saya tahu adalah tabungannya kepada a yudi dengan niat untuk membantu kakaknya yang sedang kesulitan namun di sisi lain senang karna telah menjadi seorang ayah. Dan aku mendengar sebuah pernyataan yang membuatku bangga dengan mereka sebagai seorang adik/kakak yang saling menyayangi. A yana berkata “yud, geus tong sedih, ayeuna maneh geus jadi bapak, urang bangga ka maneh. Ayeuna mah urang ngan boga maneh,urang berjuang bareng,da ayeuna mah si bapa oge geus boga kaluarga sorangan, ayeuna tinggal urang jeung maneh nu kudu berjuang. Maneh nagbantu urang, urang ngabantu maneh. Geus ayeuna mah tong sedih.”(yud, sudah jangan sedih, sekrang kamu sudah jadi ayah, saya bangga ke kamu. Sekarang saya cumin punya kamu, kita berjuang bersama, karna sekarang si bapak juga sudah punya keluarga sendiri, sekarang hanya tinggal kamu dan saya yang berjuang. Kamu membantu saya, sayamembantu kamu). Keheningan malam itupun pecah. Seakan dada ini menahan sesak yang begitu kuat sehingga nafas berhembus tak karuan. Menggenaglah air di kedua mata. Yang aku tahu a yudi dan a yana adalah orang yang sangat luar biasa, dan ibunda dari mereka telah meninggal dunia sejak a yana masih anak kecil. Satu pelajaran yang sangat berharga yang aku dapatkan adalah betapa hebatnya kasih saying, perhatian dari seorang adik dan kakak yang berjuang untuk membahagiakan satu sama lainnya. Pengalaman tadi menjadi cambukkan untukku agar terus dapat menyayangi siapapun yang aku anggap kakak/adik. Namun untukku, fakta yang terjadi sedikit berbeda. Mungkin aku belum merasakan betapa asyiknya ketika adik/kakak bermain bersama, dan marah ataupun sebelnya ketika adik/kakak rebutan mainan dan makanan, dan nangis atau tertawa keras ketika adik/kakak saling pukul-pukulan, lempar bantal,dll. Yah, aku adalah seorang anak tunggal, bukan single bukan juga ganda campuran (kayak badminton saja). Benda-benda mati menjadi teman kecilku yang selalu setia aku ajak bermain. Hanya saja mereka tidak mempunyai perasaan, mereka dapat membuatku senang dan asyik bermain dengan mereka, namun mereka jarang sekali membuatku sedih bahkan menangis. Bagiku itu bukanlah suatu hal yang baik karena tidak seimbang anatar senng dan sedih. Dan beranjak dewasa pun aku terbiasa sendiri. Bukan dalam artian aku tidak memiliki teman di luar rumah, hanya saja teman di dalam rumah yang aku dapatkan belum cukup. Selain bapak yang selalu mengajakku bermain di tengah pekerjaannya di rumah sebagai pengrajin, mamah juga selalu mengajakku bermain di sekolah dasar islam tempat mamah dulu mengajar dan juga menjadi almamaterku sendiri. Ketika belum masuk sekolah, mamah selalu menuntunku berjalan melewati jalanan yang kecil dan pemukiman padat di daerah Cicadas. Mamah dan aku selalu berhenti di sebuah rumah yang di halaman rumahnya terdapat kolam ikan. Mamah selalu mengajakku untuk berhenti dan diam sejenak melihat ikan-ikan di kolam rumah tersebut. Dan itu sangat menyenangkan rasanya. Jangan kau tanya seberapa rindu aku pada masa-masa itu. Aku menemukan sosok adik/kakak di luar rumah. Aku bertemu banyak orang yang usianya diatasku dan juga dibawahku. Semua orang yang aku anggap baik aku anggap juga sebagai adik/kakak. Dan tahukan kamu apa yang membuatku senang? Yah,betul sekali, adalah ketika beberapa orang yang sering berbincang denganku, dan aku sering berbagi cerita hingga berbagi perasaan kepada mereka, dan mereka berkata “tenang saja, kamu itu sudah saya anggap seperti adik saya sendiri, jadi jangan ragu untuk berbagi cerita”. Aku banyak menemukan sosok adik/kakak di luar rumah. Dan kegiatanku lah yang mempertemukannya, mulai dari ekskul, hobi, sekolah/kuliah, dsb. Walaupun aku anak tunggal tidak berarti aku kehilangan sebuah esensi dari hubungan adik/kakak. Aku senang dan aku bangga bisa terus mendapatkan adik/kakak di luar sana. Aku bisa terus menjalin ikatan keluarga dan silaturahmi dengan banyak keluarga di luar sana. Dan yang aku tahu dalam keluarga,
walaupun adik dan kakak sering berantem, rebeutan mainan/makanan, iri satu sama lain, dan sering marahan, tapi sebenarnya mereka saling menyayangi satu sama lainnya. Adik menghormati kakak dan kakak menyayangi adiknya. Kakak akan membela adiknya ketika mereka di sakiti oleh orang lain, akan mendekap dan menenangkan adiknya ketika mereka ketakutan. Dan adik akan menghibur kakaknya ketika mereka sedih dan dalam masalah,akan mengajak kakaknya untuk kembali tersenyum. Itulah sebuah ikatan yang luar biasa. Sebuah mutualisme yang tidak akan pernah luntur dan habis oleh waktu, bahkan sampai ketika adik dan kakak memiliki keluarga baru. Maka bersyukurlah dan beruntunglah mereka yang memiliki adik/kakak baik dalam arti nyata ataupun konotasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar