Entahlah,
saya harus bersikap seperti apa untuk sekarang ini. Sungguh saya tak merasa
begitu yakin dapat meyakinkannya lagi untuk kembali seperti dulu. Saya merasa
sangat bersalah dengan apa yang telah dilsayakan, sudah banyak kesempatan
diberikannya untuk saya dapat berubah, namun tetap saja seperti ini mengulang
kesalahan yang tak berbeda. Mungkin dia sudah cukup bersabar menghadapi saya
yang seperti ini. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk seperti ini.
Meminta
maaf dan meyakinkannya kembali lewat ucapan tak cukup untuk bagiku. Saya memang
harus berubah, seharusnya saya dapat belajar dari waktu dan dari setiap proses
kesalahan yang pernah kulsayakan. Untuk saat ini saya juga bingung harus
seperti apa. Namun mungkin tak adil bagi dia yang selalu memberikanku yang
terbaik sedangkan saya membalasnya dengan setengah hati. Sungguh saya tidak
bermaksud seperti itu, menghilang dan tak memberikan perhatian. Hard to explain all, mungkin saya memang
asik dengan dunisaya sendiri dan kadang tdak menghiraukan yang ada disekitarku.
Jika sulit bagi dia untuk mempercayaiku lagi seperti dulu? Saya harus seperti
apa sekarang? Saya tak pernah bermaksud seperti apa yang pernah disangkakannya.
Saya yakin Allah akan menunjukkan jalan yang terbaik, biarkan Allah yang
menyusun rencana bagaimana semuanya kembali baik seperti dulu.
Kalaupun
dia menemukan sosok yang lebih baik dariku saya tak akan keberatan. Namun saya
hanya ingin meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah saya perbuat.
Kalaupun dia kesal padsaya, saya tidak akan pernah seperti itu, Kalupun dia
marah kepadsaya, saya tidak akan seperti itu. Pintuku terbuka untuk dia
kapanpun. Ini bukan kisah romansa anak remaja, bukan pula kisah pasangan remaja
yang di mabuk cinta. Allah menganugerahkan kepadsaya seorang sosok penolong
yang baik hati, dan saya akan merasa sedih bila dia meninggalkanku, tidak
mempercayaiku lagi, dan melupakaknku. Di tulisan ini saya hanya ingin
mengungkapkan apa yang saya rasakan. Pikiran akan sapaan hangatnya, senyumnya,
kebaikannya terus menggentayangiku. Dan paradox lah yang terjadi pada diriku. Mungkin
saya terlalu egois dan sibuk mementingkan diri sendiri, dan sangat tidak peka
dengan apa yang terjadi disekitarku, Saya hanya memikirkan kesenangan pribadi
saja. Saya tetap merasa bersalah dan bersedih walaupun saya berada dalam
suasana yang bahagia seperti ini. Setelah apa yang pernah terjadi dulu, segala momen
kebaikan, keakraban, kekeluargaan, pemberian hadiah, traktir pizza, saran yang
membangun, tawa bersama, saling membaca pikiran, dan banyak kebaikan dan
kesenangan yang pernah kita lalui. Akankah berakhir seperti ini? Saya yakin dia
akan kembali seperti dulu. Dan saya mencoba untuk menjadi yang lebih baik lagi,
walaupun kecil harapan di matanya untuk saya berubah. Saya tidak akan pernah
menyerah, tak akan menyerah, dan tak bisa untuk menyerah.