Rabu, 14 Maret 2012

Don't Believe The Truth

          Dilihat dari judul diatas mungkin terdengar seperti nama album dari group band asal inggris Oasis.Namun sebenarnya tulian ini tidak akan membahas mengenai itu.Tulisan ini hanya berisi pendapat,keluhan dan pandangan saya terhadap sesuatu hal yang menurut saya menggelitik dan mengkerutkan dahi dalam menyikapinya.Dalam sebuah lamunan panjang dan mendalam ketika saya di tengah perjalannan menuju suatu tempat(lupa lagi mau kemana) terlintas suatu permasalahan yang begitu menarik untuk saya bahas dalam suatu tuisan.
            Ketika perjalanan menggunakan sepeda motor bersama teman saya sore itu,saya di bonceng.Lalu di perjalanan teman bercerita kepada saya mengenai pengalamannya yang ditilang oleh polisi ketika menggunakan sepeda motor.Dia bercerita kalau dia pernah ditilang karena kekhilafannya dalam membawa dompet yang didalamnya berisi surat2.Padahal teman saya sudah berkata jujur pada polisi dan menjelaskan apa yang sebenarnya dia alami,tapi tetap saja polisi menilang.Namun yang parah itu bukan surat tilang yang dia terima melainkan sebuah tawaran untuk berdamai dengan syarat membayar uang(konon biaya perdamaian).Akhirnya dengan sangat terpaksa teman saya memberikan semua uang yang ada di sakunya walaupun jumlahnya tidak banyak.
            Dari ilustrasi tadi yang terpikir oleh saya bukan uang yang diberikan pada polisinya melainkan ketika teman saya ditanyakan mengenai surat2nya.Teman saya sudah berkata jujur tapi polisi tetap tidak percaya.Yang saya pikirkan adalah kenapa yaa si polisi itu sampai sulit untuk percaya pada pernyataan yang teman saya kemukakan???? Saya coba menganalisa permasalahan itu dengan mengumpulkan banyak fakta dari pengalaman pribadi dan berita2 yang ditayangkan di tv.Ternyata saya mengambil kesimpulan bahwa di jaman sekarang ini kejujuran adalah suatu hal yang biasa diobral namun miskin apresiasi dan krisis kepercayaan.
            Mungkin di daerah Jakarta yang notabennya kota megapolitan dengan jutaan masyarakat hidup didalamnya dengan tingkat kriminalitas tinggi,kejujuran adalah sesuatu yang mahal namun penampakakannya sangat miskin apresiasi.Karena apa ?di kota sebesar Jakarta dimana orang2 tumbuh dalam kehidupan yang keras,berbagai cara dilakukan baik halal maupun haram dalam mencari nafkah,seperti berbohong dan menipu orang.Saya mendengar cerita dari bapak saya yang dulu pernah tinggal di Jakarta,katanya kalo kita kesasar terus nanyain jalan sama warga disana,ada  2 kemungkinan jawaban yang diberikan.Pertama,kita akan diberi tahu jalan tetapi sebenarnya adalah jebakan atau jawaban asal yang tidak menunjukan jalan yang sebenarnya.Kedua,kita tidak dikasih jawaban padahal orang tersebut kemungkinan besar tahu seperti acuh tak acuh saja dan tidak respect.Saya mengira bukan karena karakterisktik masyarakat yang mempengaruhi tapi ada factor lain.
            Mungkin dikarenakan banyaknya tindak kriminal yang terjadi di Jakarta.Saya mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya karakteristik asli masyarakatnya adalah baik dan terbuka,tapi karena sering terjadi tindak kriminal yang bermotif yang berawal dari sebuah drama yang menarik hati untuk iba dan menolong tetapi berujung pada tindak kriminal.Mungkin ada ketakutan dari masyarakat akan terulangnya kejadian seperti tadi yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap orang asing menjadi menurun.Jadi masyarakat lebih memilih untuk acuh tak acuh terhadap orang asing yang baru dikenalnya daripada harus respon dan respect kepadanya yang nantinya akan berakhir buruk.
            Namun dapat dibayangkan jika perilaku seperti tadi diperagakan terhadap orang yang benar2 membutuhkan bantuan atau sedang berada pada situasi yang sulit,tidak ada maksud jahat atau ingin mencelakai tetapi hanya pertolongan dari masyarakat yang dia inginkan.Namun banyak fakta berkata lain,ketika dia mengatakan alasan mengapa dia berada pada situasi sulit tersebut dan memohon pertolongan,masyarakat justru menganggapnya suatu serangan yang harus membuat mereka waspada terhadap segala gerak gerik yang diperagakan oleh orang yang memintai pertolongan, jadi masyarakat memilih cuek dan acuh.Disinilah sering terjadi distorsi antara kebenaran yang dimanipulasi dengan sikap tolong menolong dan kepercayaan sesama masyarakat yang membuat banyak pihak dirugikan.Kalo sudah berada dalam situasi seperti itu,saya akan berusaha sekuat tenaga sendiri untuk dapat menyelesaikannya dan berdoa agar ada orang yang mau percaya dan membantu. Saya menyebut kejadian diatas sebagai sebuah fenomena Don’t believe the truth ,karena apa??ketika situasi dan keadaan unsur2 disekitar kita memaksa kita untuk tidak mempercayai kebenaran yang sebenarnya mata hati kita berkata “ya” pada kebenaran tersebut.
            Lalu siapakah pihak yang telah membuat  fenomena Don’t believe the truth itu ada?Mungkin jawabannya singkat,mereka adalah para penjahat dan penipu yang memanfaatkan lahan untuk mencari keuntungan dari sebuah kebenaran yang dimanipulasi lalu memanfaatkan tingkat iba dan kasihan yang banyak masyarakat peragakan.Mereka licik dan cerdik memanfaatkan keadaan yang seharusnya berjalan sebagai sebuah amal kebaikan menjadi sebuah malapetaka yang berujung menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran.
            Solusi dari permasalahan ini cukup sulit dicari.Masing2 orang memiliki perspektif yang berbeda terhadap masalah yang dipaparkan diatas.Berbeda perspektif akan berbeda pula solusi yang bisa diambil.Diakhir tulisan ini saya mengambi kesimpulan bahwa dijaman edan seperti ini sangat sulit untuk mendapatkan kepercayaan,maka bagi para teman2 yang selalu jujur dan terbiasa jujur,janganlah kalian menurunkan kadar kebiasaannya karena Alloh akan melihat amal kita.Jadi tetaplah konsisten dengan kebaikan,walaupun fenomena Don’t believe the truth masih menghantui masyarakat.
Baca SelengkapnyaDon't Believe The Truth