Kue Ulang tahun dalam dunia maya |
Tepat pada bulan ini yaitu bulan perdana pada
setiap masehi, aku menuju kepala dua. Dimana usiaku bertambah satu hitungan
dari hitungan sebelumnya, dimana aku menuju kepala dua. Dimana tingkat
kedewasaan akan semakin bertambah oleh ujian kehidupan yang semakin kompleks
karena aku menuju kepala dua. Dimana genap sudah dua dekade bumi dipijak serta
langit dijunjung karena aku menuju kepala dua. Dimana semua beban pikiran serta
tanggung jawab secara perlahan berpangku tangan dari pihak lain ke tanganku
karena aku menuju kepala dua. Dimana tidak ada lagi kegelisahan yang akan aku
rasakan di bangku perguruan tinggi karena aku tumbuh dan berkembang menuju
kepala dua. Dimana ucapan yang keluar dari bibirku adalah sebuah komitmen dari
seorang lelaki yang menuju kepala dua. Dimana segala tingkah laku yang
dilakukan berdasarkan pemikiran dan pertimbangan matang karena aku menuju
kepala dua.
Menuju
kepala dua adalah sebuah keniscayaan yang harus aku yakini dalam hati, tidak
ada penolakan, yang ada hanyalah kelapangan dada untuk menerima. Tidak ada
penyesalan didalamnya semua bercampur dan berbaur menjadi satu antara mimpi dan
realita. Dan kulihat bayanganku didalam cermin yang begitu gagah, berdiri tegak
dengan wajah penuh keyakinan, dengan senyum yang mempesona, tangan yang akan
berbuat lebih banyak, serta jutaan sel otak didalam kepalanya menjadi senjata
tak terkalahkan abad ini bahkan untuk waktu yang sulit dijangkau.
Begitu
banyak harapan yang akan terucap pada hari itu, hari dimana orang-orang dalam
dimensi yang berbeda dengan dunia nyata begitu banyak mengungkapkan kebahagiaan
dan memanjatkan ribuan doa. Semuanya ditujukan untukku yang saat ini terus saja
menyimpan keyakinan yang sangat besar akan cerahnya masa depan. Kepala dua
adalah sebuah titik penanda akan kebangkitan jiwaku dan juga detik dimana
api-api kecil itu akan menyala. Sebuah fajar menanti di ujung jalan ini,
menyambutku dalam dekapan sinarnya, dalam hangatnya mentari pagi, dan menjagaku
dari dinginnya malam.
Sudah
kutuliskan banyak daftar di kehidupanku, semuanya indah dan menggiurkan.
Tugasku kali ini adalah mudah, membuat setiap coretan dalam daftar itu baris
demi baris, hingga ketika aku menuju angka seperti abad ini adalah coretan pada
setiap baris dalam daftar itu. Aku tidak takut untuk membuat semua dalam daftar
itu menjadi kenyataan, aku tidak sendiri. Aku selalu diawasi oleh Allah dan
Dia-lah yang mengabulkan setiap doa-doaku dan doa-doa mereka untukku, juga
kedua orang tuaku yang tak pernah lelah menyebut namaku dalam setiap doanya dan
memberikan banyak pelajaran kehiduapan yang tak akan pernah aku dapat dari
sekolah manapun, juga sahabat serta teman-teman yang selalu menopangku untuk
tetap berdiri tegak, sahabat yang selalu meng-aminkan setiap doa-doaku, sahabat
yang selalu memberikan keyakinan akan setiap harapanku, sahabat yang selalu
menghibur dikala datang gundahku, juga sahabat yang akan selalau berjuang
bersamaku.
Kamis,
6 Januari 1994, tepat duapuluh tahun lalu aku hadir ke dunia ini. Pada
detik-detik kemunculanku doa-lah yang tak henti-hentinya memenuhi seisi ruangan
bersalin. Tangisanku memecahkan semua keheningan dan kekhawatiran akan kondisi
ibuku. Dan tangisanku yang begitu keras pada senja menuju malam itu dibalas
dengan tawa suka cita serta ungkapan rasa syukur tak henti-hentinya. Lalu
kumandang suara adzan memenuhi seisi ruangan, keluar dari mulut seorang kepala
keluarga yang saat ini dan seterusnya akan selalu aku hormati. Ratusan tetes
air mata jatuh dari sumber yang tak akan pernah habis membasahi wajah,
membersihkan sedikit darah yang membungkus tubuh mungilku. Hingga tak kusadari,
kejadian itu telah berlalu dua puluh tahun lamanya.
Syukur
yang tak terkira atas nikmat yang telah Allah berikan kepadaku, dan ungkapan
terima kasih yang tak dapat tergambarkan oleh apapun kepada kedua orang tuaku,
terutama mamah yang telah mengandungku selama 9 bulan. Mamah ikhlas perutnya
menjadi istana kecilku selama 9 bulan, dimana aku tumbuh dari segumpal darah
hingga menjadi seonggok daging yang memiliki nama, dimana telah aku tendang dan
meronta-ronta didalmnya sehingga rasa sakit dan mules yang amat sangat yang
mamah rasakan, dengan beratku yang semakin bertambah dari hari kehari dalam
istana kecilku sehingga bertambah pula beban mamah untuk berjalan dan bernafas,
semuanya ikhlas oleh mamah lakukan hanya untuk menanti kehadiranku kedunia ini.
Dalam setiap malam yang dipenuhi taburan bintang, mamah megusap-usah istana
kecilku dan mamah kirim suara yang sebelumnya aku tidak pernah tahu dan ingat,
dan setelah aku lahir kedunia, aku baru tahu bahwa setiap lantunan suara pada
saat itu adalah doa-doa yang mamah panjatkan kepada Allah untuk aku si buah
hatinya yang sangat dia dambakan. Semua perbuatan itu tak pernah bisa aku balas
dengan apapun dan sampai kapanpun, hanya ketaqwaan dan keshalehan-lah yang
mampu membalasnya serta kebanggaan atas setiap prestasi yang aku torehkan
adalah sedikit balasan atas jasa-jasa yang telah mamah berikan.
Sekarang
aku berdiri dengan banyak amanah menanti, dua puluh tahun lamanya aku hidup di
bumi ini. Tak ada sesuatu yang lebih berharga selain menjadi manusia yang
memberikan manfaat kepada orang lain. Bersama mimpi dan harapanku, aku siap
menyambut fajar yang bersinar. Salam bahagia dari aku Redi Restu Fadilah yang
kini genap menjadi kepala dua.